Sejarah, Muruah, dan Hegemoni Sepak Bola Indonesia
Romadoni Huda F. S.Pd.
-magisme sepak bola-
Sepak bola adalah miniatur kehidupan atau bahkan kehidupan itu sendiri. Ya, sejak awal mula bola disepak, lajunya tidak menemui henti kecuali ketika sang pengadil lapangan memekikan peluit berbunyi. Bola terus bergulir, digiring, ditimang, dimaknai, ditekuri, dan difilsafati. Sepak bola adalah permainan yang memaktub beribu aksi dan beriring berjuta reaksi, sehingga sukar dibingkai dalam satu definisi pasti. Nelson Falcao Rodrigues (penulis naskah dan lagu Brazil) berucap,”dalam sepak bola, kebutaan terburuk adalah hanya melihat bola”. Sedangkan Terry Pratchet (novelis Inggris),”hal hal terpenting tentang sepak bola adalah bahwa ini bukan hanya tentang sepak bola”.
Benar saja, sepak bola mempunyai daya magis yang kuasa menyihir netra, jiwa, dan juga gairah penikmatnya. Sepak bola bahkan sanggup diamati untuk menjaga martabat massa atau mengerek muruah bangsa. Di Spanyol, terjadi rivalitas perseteruan klasik antara Real Madrid dan Barcelona. Real Madrid merupakan representasi dari bangsa Spanyol, sedangkan Barcelona merupakan bentuk dari spirit “memberontak” bangsa Catalan yang ingin merdeka.
Sepak bola telah menjelma lebih dari sekadar olah badan. Laju sepakannya berkelindan dengan kepentingan dari setiap ruang penghidupan. Sepak bola merupakan ritus olahraga sakral yang memikul seisi kehidupan. Di dalam sepak bola terdapat riuh tawa, gelak, tangis haru, juga sedih, dan sendu. Di dalamnya juga termaktub sebuah misteri yang sukar bersua nalar dan rasionalisasi. Lantas, bagaimana cara menalar sebuah loyalitas supporter sepak bola yang menggandrungi sebuah klub meski acap kali mendapatkan hasil memalukan dari sebuah pertandungan?
Bahkan sekitar 500-an orang supporter rela bertandang, menempuh lebih dari 500nkm, demi mengawal klub pujaan. Meninggalkan pekerjaan, menanggalkan almamater, meninggalkan bangku sekolahan, bahkan merogoh kocek dalam-dalam, mengikhlaskan tenaga jua masa. Padahal belum tentu apa yang telah mereka perjuangkan dan korbankan mendapatkan sebuah hasil yang memuaskan.
Kultur “magis” dalam sepak bola pada dasarnya sangat sukar ditakar dengan nalar. Sebagaimana Nick Hobby pernah mengatakan bahwa “mencintai klub sepak bola itu sama seperti mencintai seorang wanita. Datang secara tiba-tiba, tidak bisa didefinisikan, tanpa kritik, tanpa memikirkan rasa sakit, atau gangguan yang akan datang”.
-Sepak bola masa Kolonial Hindia Belanda-
Semarak persepakbolaan di Indonesia bermula pada era penjajahan pemerintah Belanda, tepatnya pada akhir abad XIX. Embrio mewabahnya hobi menyepak “kulit bundar”, secara tidak langsung juga berdampak pada kebijakan politik kolonial. Dalam buku Politik dan Sepak Bola, buah pikir Srie Agustina Palupi, tersaji fakta menarik bahwa terdapat perubahan mendasar dari komposisi imigran Eropa yang datang ke Indonesia sebelum dan sesudah dicanangkannya Ararische Wet 1870 (undang-undang agraria tahun 1870,memberikan peluang bagi swasta untuk menanamkan modal di sektor perkebunanan dan pertambangan. Diberlakukannya undang-undang ini menandai dimulainya pelaksanaan ekonomi liberal di Hindia Belanda)
Sebelum abad ke-19, mayoritas imigran Eropa yang datang ke Hindia Belanda (waktu itu belum bernama Indonesia) adalah golongan militer, dimana kuantitasnya bergantung pada intensitas perang dan pergolakan yang terjadi di negeri jajahan. Namun setelah abad ke-19, mayoritas imigran yang bertandang ke Hindia Belanda terdiri atas golongan sipil professional yang hendak bekerja sebagai teknisi perkebunan dan pertambangan. Selain orang Eropa, datang pula orang-orang Tionghoa yang kebanyakan menjadi saudagar, meskipun ada juga yang menjadi buruh perkebunan.
Nantinya, para imigran yang bekerja pada instansi pemerintah Hindia Belanda, perkebunan, kantor dagang, pertambangan, dan juga perkapalan inilah yang pertama kali memperkenalkan sepak bola. Olahraga ini bahkan menyebar hingga ke barak militer sebagai wahana rekreasi dan penempa kebugaran fisik. Karena kepraktisan dan keseruannya, kegetolan bermain sepak bola kian mewabah. Laksana jamur di musim hujan, satu per satu klub sepak bola mulai didirikan oleh orang Belanda. Rood Wit didirikan pada tahun 1894, kemudian disusul Victory pada tahun 1896, lalu mulai muncul perserikatan sepak bola di kota-kota besar macam Surabaya (SVB), Bandung, Semarang, dan Batavia (VBO).
Komentar
Jadilah yang pertama berkomentar di sini