OPINI

Detail Opini Siswa

CERPEN Daun Semanggi

Senin, 19 Mei 2025 20:04 WIB
407 |   -

Penulis: Artika Florentina

Siang dengan langit biru di jam pulang sekokah. Sehelai daun menempel mengenai rambut seorang gadis berseragam yang berjalan menuntun sepedanya dengan sedikit tertatih. Seorang laki-laki sekolah menengah atas sebayanya menghampiri dengan masih menaiki sepedanya. Laki-laki itu tersenyum, rupanya ia adalah Kivan, sahabat baiknya.

"Aya! Kenapa?"

Aya menggeleng, sedikit tersenyum. Kivan masih mengamatinya, lalu ikut menuntun sepedanya dan berjalan di samping Aya. Kivan tersenyum manis melihat Aya di sampingnya, tiba-tiba ia berhenti membuat Aya mengikutinya.

"Maaf Aya, ada daun semanggi di rambut kamu," Kivan mengambil sehelai daun dari rambut Aya. Mereka melanjutkan perjalanannya yang sejenak terhenti.

"Makasih," Kata Aya kemudian. Ia tersenyum lagi.                            

"Apa kamu baru saja terjatuh? Rantai sepeda kamu rusak. Biar aku perbaiki." Kivan tiba- tiba memarkir sepedanya di tepi jalan. Aya merespon sedikit bingung tapi ia membiarkan Kivan melakukannya.

“Hati-hati Aya, kamu pasti jatuh didepan gerbang sekolah? Di sana banyak daun semanggi.”Aya menanggapi dengan tersenyum hangat  lalu memperhatikan Kivan, sesekali melihat kearah jam tangannya. Pukul 2 siang, Aya harus ke suatu tempat tapi sepedanya masih diperbaiki. Akan tetapi walau bagaimanapun ia sangat berterimakasih pada Kivan yang selama ini sering membantunya dalam banyak hal. Mereka adalah sahabat baik dari sekolah dasar.

"Aya, apa kamu tahu makna dari daun semanggi berhelai empat?" Kivan berbasa-basi. Aya menggeleng tetapi sedikit antusias.

"Kalau kamu menemukan daun semanggi berhelai empat, kamu harus berdoa di depan daun itu maka doa kamu akan dikabulkan."

"Jadi aku bisa berdoa dengan daun tadi?" Aya bertanya antusias. Dalam hatinya ia memiliki suatu harapan besar tentang hidup. Kivan melanjutkan, "Kapan-kapan kita bisa pergi mencari daun semanggi bersama?" Aya mengangguk pasti.

Oh, Aya mengingat sesuatu saat melihat jam tangannya. Kivan mengetahui mungkin Aya sedang terburu-buru, "Apa kamu mau ke suatu tempat?" Tanya Kivan seraya Aya mengambil alih sepedanya. "Ke toko bunga,"

        “Apakah aku tidak bisa ikut?” Kivan menawarkan diri, “Jangan, nanti kalau Mama marah dikira aku punya pacar.” Aya bercanda, giginya berbaris rapi saat tertawa. Serentak Kivan memanyunkan bibir saat mendengarnya lalu tersenyum pada Aya.

        “Kivan, aku duluan.”

Kivan memandang ayuhan sepeda Aya yang semakin cepat dan menghilang di balik ramainya lalu lintas jalanan.  Pandangannya tetap pada seseorang yang semakin jauh, terlihat rambut lurus sebahunya yang melambai diterpa angin. Laki-laki itu menunduk, mendapati sebuah gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Gelang yang sama persis dipakai Aya. Sesuatu di dalam sana terasa sangat sakit bagi Kivan, hatinya terluka melihat Aya yang terus melakukan sesuatu seperti siang ini setiap hari. Membeli bunga tulip dan pergi ke makam ibunya, tapi Aya tetap tersenyum. Kivan ingin mempertahankan senyuman itu tapi ia tak dapat meyakini apa yang ia inginkan. Sesuatu yang menyakitkan mungkin akan terjadi.

            Manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi walau bahkan satu detik selanjutnya. Aya, dapatkah aku memberhentikan waktu bahkan memutarnya kemasa lalu? – Kivan

 

            -

            Pagi ini matahari begitu bersemangat, mengalahkan seseorang yang masih terbaring malas di tempat tidur. Matanya masih enggan melihat apapun, tapi tiba-tiba ia tersentak dan mengingat sesuatu. Ia mencari handphone, mengetik sesuatu dan.. send. Kivan mengirim pesan pada Aya, sesuatu seperti janjian disuatu tempat karena ini adalah hari minggu. Ia ingat hari ini adalah 9 maret, tanggal di mana mereka memperingati hari persahabatan. Rasanya waktu seperti berlarian, ini adalah tahun terakhir masa SMA mereka.

            Pukul 9 pagi, Kivan sudah menunggu di teras rumah Aya. Sedangkan di balik pintu Aya muncul dengan senyuman.

            “Kivan, mengapa mendadak? Aku harus di rumah karena Papa sedang keluar.”

            “Yah, Aya. Apakah kita harus merayakan hari ini di rumah?” Kivan sedikit kecewa tapi tentu saja ia tak bisa marah.

            Aya meminta maaf, akhirnya Kivan menghabiskan waktu hari ini di rumah Aya.  Hanya dengan sebuah karpet, meja kecil, kue.dan gitar yang dimainkan Kivan. Mereka melakukan piknik di rumah Aya.

            ‘Bahagia itu simpel’

            Kivan menyanyikan sebuah lagu untuk Aya yang tengah memotong kue. Dengan judul ‘Let’s Not Fall in Love’ milik Big Bang. Aya menyukai suara Kivan yang sedikit serak. Tapi Aya melihat Kivan sedikit berbeda hari ini, ia menyanyi dengan sangat serius seperti bukan Kivan.

            “Kivan, mengapa tangan kamu sangat berkeringat apa kau baik-baik saja?” Aya sangat mencemaskan sesuatu tentang penyakit. Mama Aya meninggal karena penyakit jantung dengan tanda-tanda tangannya selalu berkeringat, jadi ketika Aya melihat tangan seseorang berkeringat tanpa aktivitas berat ia sangat takut.

            Melihat kekawatiran Aya, Kivan menggeleng pelan tapi kemudian berhenti.

            “Aya, apakah kau akan baik-baik saja ketika aku pergi?”  Aya tersentak mendengar pertanyaan Kivan.

            Mengapa membicarakan tentang ‘pergi’? Aku benci dengan kata itu – Aya

            Kivan mengerti Aya mungkin tidak suka atas apa yang ia ungkapkan tapi hari ini adalah terakhir mereka dapat merayakan hari persahabatan. Ia ingin mengungkapkan apa yang ingin ia ungkapkan, segalanya. Kivan harus  kuliah di luar negeri karena papanya. Ia tak dapat melakukan apapun untuk Aya dihari-hari selanjutnya. Tapi Kivan ingin mengungkapkan satu hal yang sulit.

            “Aya! Aku.. suka kamu.”

            Kalimat itu meluncur begitu saja, Kivan semakin berkeringat dan gugub. Aya hanya menunduk dan memikirkan hal yang sulit juga baginya.

            “Aku tidak meminta kamu mengatakan apapun, Aya! Ini karena kita tumbuh sebagai manusia, waktu akan terus berjalan dan aku mungkin dapat memiliki perasaan seperti itu tapi aku harus pergi. Maafkan aku, Aya!”

            Pada akhirnya kamu pergi, tidak cukup satu orang dalam hidupku menghilang, kau bahkan seperti itu juga dengan mengatakan hal ini.

            Apakah ini kejahatan yang manis?Aku tidak bodoh dan aku tidak bisa berbohong bahwa aku juga menyukaimu, Kivan, tapi lagi-lagi kata itu, kau akan pergi. Kau harus tahu juga bahwa aku menyukaimu! – Aya

           

            ‘Let’s not make promise,

            You never know when tomorrow comes

            But I really mean it when I say I like you

           

            Don’t task me anything

            I can’t give you an answer

            We’re so happy as we are right now

 

            Don’t smile at me

            If I get attached to you, I’ll get sad

            I’m afraid thet pretty smile will turn into tears’ – Kivan

 

-

*5 tahun kemudian.. 9 maret.

           

            Seseorang mengijak daun semanggi di rerumputan depan gerbang SMA Hang Tuah. Ia berhenti dan mengambil daun itu.

            “Oh! Empat helai.” Ujarnya ketika daun semanggi itu ia letakkan di telapak tangannya. Seseorang itu memejamkan matanya, berdoa dengan menggenggam daun semanggi di tangannya erat-erat.

            ‘Tuhan, kapankah kami akan bertemu dan menyapa lagi seperti dulu? Aku begitu ingin melihatnya dan merasakan kehadirannya. Kapan dia akan memperbaiki sepedaku ketika aku terjatuh di sini?’

            Tiba-tiba sebuah suara tidak asing dari seberang jalan memanggilnya, seseorang yang cantik berambut panjang itu menoleh. Didapatinya seseorang dari masa lalu telah datanga, ia adalah..

            Kivan..?


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini